Selasa, 10 Juli 2012

PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

A.     Perlawanan Terhadap Putusan Verstek
Pada tulisan sebelumnya, penulis telah mengemukakan salah satu bentuk putusan yaitu putusan verstek sebagaimana ketentuan pasal 125 HIR/149 RBg serta hal-hal yang terkait dengan proses penjatuhan putusan tersebut.
Seperti telah dijelaskan putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim tanpa hadirnya Tergugat dan ketidakhadirannnya itu tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut (default without reason). Putusan verstek ini merupakan pengecualian dari acara persidangan biasa atau acara kontradiktur dan prinsip audi et alteram partem sebagai akibat ketidakhadiran Tergugat atas alasan yang tidak sah. Dalam acara verstek Tergugat dianggap ingkar menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah dan dalam hal ini Tergugat dianggap mengakui sepenuhnya secara murni dan bulat semua dalil gugatan Penggugat. Putusan verstek hanya dapat dijatuhkan dalam hal Tergugat atau para Tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama.
Putusan tersebut memang tampak kurang adil bagi Tergugat karena dijatuhkan tanpa kehadirannya, di sisi yang lain penguluran waktu yang dilakukan Tergugat dengan tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang jelas juga sangat merugikan Penggugat. Smentara perkara tidak mungkin digantung tanpa akhir yang pasti, dengan kata lain musti segera diselesaikan atau diputus.
 Walaupun demikian, bukan berarti pintu telah tertutup bagi Tergugat. Tergugat masih memiliki jalan untuk mendapatkan keadilan dengan cara melakukan perlawanan terhadap putusan verstek. Perlawanan terhadap putusan verstek dalam Hukum Acara perdata dikenal dengan istilah Verzet.
B.      Asas-asas Yang Menentukan Tenggang Waktu Verzet
Verzet adalah Upaya hukum perlawanan yang dapat digunakan oleh Tergugat terhadap putusan verstek.  Verzet bisa dipergunakan oleh Tergugat yang dihukum dengan verstek melalui cara-cara yang telah diatur Undang-Undang. Asas-asas untuk menentukan tenggang waktu verzet adalah sebagai berikut :
1.    Tergugat/Para  Terguat  berhak  mengajukan  verzet  atau  perlawanan dalam waktu 14 hari terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu kepada Tergugat semula jika pemberitahuan tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan. (Pasal 391 HIR/Pasal 719 RBg. Dalam menghitung tenggang waktu dimulai tanggal hari berikutnya. (Pasal 129 HIR/153 R.Bg)
Dalam Pasal tersebut ada kata-kata langsung disampaikan kepada yang bersangkutan, karena apabila pemberitahuan itu tidak langsung disampaikan kepada Tergugat, misalnya melalui Lurah atau Kepala Desa, ada kemungkinan pemberitahuan itu tidak sampai kepada Tergugat, dengan tidak sampainya pemberitahuan isi putusan kepada Tergugat, maka hal-hal yang terkait dengan pelakasanaan isi putusan baik berupa pengosongan suatu tempat atau pemenuhan terhadap suatu prestasi tertentu tidak akan dilaksanakan oleh Tergugat. Terhadap kondisi seperti tersebut di atas, maka prosedur penyelesaiannya adalah sebagaimana akan dijelaskan.
Apabila tenggang waktu 14 hari telah lampau, maka putusan tersebut langsung memperoleh kekuatan  hukum tetap dan pada putusan tersebut melekat kekuatan eksekutorial yang absolut.
2.    Jika  putusan itu tidak disampaikan  kepada  Tergugat  sendiri  dan  pada waktu aanmaning Tergugat hadir, maka tenggang waktu perlawanan adalah 8 (delapan) hari sejak dilakukan aanmaning (peringatan). Pasal 129 HIR/Pasal 153 RBg, lihat juga pasal 207 dan 208 RBg).
Tergugat yang dihukum dengan verstek kemudian pemberitahuan isi putusan tidak disampaikan langsung kepada Tergugat, maka ada kemungkinan Tergugat tidak tahu atau kalau Tergugat tahu tetapi karena keengganan atau kealpaan pihak yang kalah dalam hal ini Tergugat untuk melaksanakan isi putusan, maka pihak yang menang yaitu Penggugat secara lisan atau tulisan dapat mengajukan permohonan agar isi putusan dapat dilakasanakan.
Apabila Tergugat enggan untuk melaksanakan eksekusi secara sukarela, Penggugat mengajukan Permohonan kepada Ketua Pengadilan untuk melakukan eksekusi. Permohonan ini merupakan suatu keharusan bagi Pemohon. Atas permohonan Pemohon tersebut Ketua Pengadilan akan mengirim surat panggilan kepada Tergugat supaya datang pada tanggal yang ditentukan untuk ditegur atau diberi peringatan atau biasa disebut aanmaning. Apabila Tergugat hadir pada saat aanmaning, maka bagi Tergugat ada tenggang waktu untuk melakukan perlawanan yaitu 8 (delapan) hari sejak dilakukannya aanmaning. (lihat Pasal 207 Rbg/169 HIR/439,443 Rv).
3.    Jika  Tergugat tidak hadir pada saat aanmaning, maka tenggang waktunya adalah hari ke 8 (delapan) sejak pemberitahuan penetapan eksekusi (lihat Pasal 129 ayat (2) Pasal 196 HIR dan Pasal 153, 207, 208 dan 230 RBg).
Apabila suatu putusan telah berkekuatan hukum tetap, Tergugat belum juga melaksanakan isi putusan dan setelah dipanggil supaya datang untuk ditegur Tergugat tidak datang, maka ketua pengadilan mengeluarkan perintah untuk menyita sejumlah barang-barang bergerak, dan jika jumlahnya diperkirakan tidak akan mencukupi, juga sejumlah barang-barang  tetap milik pihak yang kalah sebanyak diperkirakan akan mencukupi untuk membayar sejumlah uang sebagai pelaksanaan putusan. Dan terhitung 8 (delapan) hari sejak tanggal pemberitahuan eksekusi, Tergugat dapat melakukan perlawanan. Pasal 230 RBg/479Rv menyatakan “Dalam waktu delapan hari setelah diberitahukan, maka orang yang mengalami tindakan pelaksanaan dapat mengajukan perlawanan, jika ia beranggapan mempunyai cukup alasan untuk itu.
Dengan adanya verzet, maka kedudukan Tergugat adalah sebagai Pelawan dan Penggugat sebagai Terlawan. Dalam pemeriksaan verzet, yang diperiksa adalah gugatan Penggugat bukan perlawanan Pelawan, perlawanan pelawan hanya berkedudukan sebagai jawaban terhadap gugatan Penggugat. Dengan kata lain bahwa pemeriksaan yang telah dilakukan Majelis Hakim terhadap suatu gugatan serta putusan atas gugatan tersebut mentah kembali, sehingga dengan adanya perlawanan, perkara tersebut harus diperiksa ulang oleh Majelis Hakim, dan pemeriksaaan terhadap verzet sebisa mungkin dilakukan oleh Majlis Hakim yang sama yang memutus dalam verstek karena merekalah yang lebih tahu tentang duduk permasalahan perkara tersebut dalam putusan verstek. Dengan diperiksaulangnya gugatan Penggugat, maka Penggugat harus membuktikan kembali gugatannya dan pelawanpun harus membuktikan bantahan-bantahannya terhadap dalin-dalil gugatan Penggugat.
Verzet diajukan pada Pengadilan Agama yang memutus perkara verstek.   Apabila dalam sidang verzet Penggugat tidak hadir, maka pemeriksaan tetap dilanjutkan dengan cara kontradiktoir.    Jika Tergugat/Pelawan yang tidak hadir dalam sidang verzet, maka menurut Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153 ayat (6) R.Bg., Majelis Hakim untuk kedua kalinya dapat menjatuhkan putusan verstek, dan tuntutan pelawan (verzet) untuk keduakalinya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Upaya hukum terhadap putusan ini adalah banding.  Upaya hukum bagi Penggugat yang dikalahkan dalam putusan verstek adalah banding, dan bagi Tergugat dapat melakukan bantahannya dalam tingkat banding, tanpa menggunakan lembaga perlawanan (verzet) dalam tingkat pertama (lihat Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 jo. Pasal 189 HIR dan Pasal 200 RBg.)
C.      Acara dan Putusan Verzet
Dengan diperiksanya kembali gugatan yang telah diputus verstek tersebut, maka acara persidangan adalah sebagaimana acara biasa yaitu dimulai dengan pembacaan gugatan, pembacaan putusan verstek dilanjutkan dengan jawaban (perlawanan pelawan), replik, duplik dan kesimpulan.
Dalam verzet pelawan akan dikatagorikan sebagai pelawan yang benar atau pelawan yang tidak benar atau perlawanannya terhadap putusan verstek tepat atau tidak tepat. Pertanyaannya adalah  apakah yang menjadi indikator pelawan yang benar dan pelawan yang tidak benar, perlawanan yang tepat atau tidak tepat. Apakah ketidakhadiran Tergugat dalam putusan verstek beralasan hukum atau tidak masih perlu dipertimbangkan dalam verzet, atau hanya menitikberatkan pada bukti-bukti bantahan Tergugat atau Pelawan mampu mematahkan dalili-dalil gugatan Penggugat saja ?. sebelum mencari jawaban terhadap pertanyaan tersebut, ada baiknya saya sampaikan formulasi amar putusan verzet sebagaimana dijelaskan dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama Buku II, sebagai berikut :
1.      Putusan verzet mempertahankan putusan verstek. Amar putusannya berbunyi :
-          Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/Tergugat asal dapat diterima;
-          Menyatakan perlawanan terhadap putusan vertsek Nomor : .../Pdt.G/ 2011/PA... Tanggal... Januari 2011 tidak tepat dan tidak beralasan;
-          Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan/Tergugat adalah perlawnan yang tidak benar;
-          Mempertahankan putusan verstek;
-          Menghukum Pelawan/Tergugat  membayar semua biaya perkara sebesar Rp...,- (...)
2.      Putusan verzet membatalkan putusan verstek, mengabulkan gugatan Penggugat sebagian.
-            Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/Tergugat asal dapat diterima;
-            Menyatakan perlawanan terhadap putusan vertsek Nomor : .../Pdt.G/2011/PA... Tanggal ... tepat dan beralasan;
-            Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan/Tergugat adalah perlawnan yang benar;
-            Membatalkan putusan verstek tersebut dengan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian ;
-            Menyatakan... (yang dikabulkan sebagian);
-            Menolak gugatan Pengugat/Terlawan selebihnya;
-            Menghukum Pelawan/Tergugat  membayar semua biaya perkara sebesar Rp...,- (...)
3.      Putusan verzet membatalkan putusan verstek dan menyatakan gugatan Penggugat/ Terlawan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
-            Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/Tergugat asal dapat diterima;
-            Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan/Tergugat adalah perlawnan yang benar;
-            Membatalkan putusan verstek  Nomor : .../Pdt.G/2011/PA... Tanggal ...  ;
-            Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
-            Menghukum Pelawan/Tergugat  membayar semua biaya perkara sebesar Rp...,- (...)
4.      Putusan verzet membatalkan putusan verstek, menolak gugatan Penggugat/Terlawan.
-          Menyatakan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan/Tergugat asal dapat diterima;
-          Menyatakan perlawanan yang diajukan Pelawan/Tergugat adalah perlawnan yang benar;
-          Membatalkan putusan verstek  Nomor : .../Pdt.G/2011/PA... Tanggal ...  ;
-          Menolak gugatan Penggugat/Terlawan;
-          Menghukum Pelawan/Tergugat  membayar semua biaya perkara sebesar Rp...,- (...)
5.      Putusan verzet diputus verstek.
-          Menyatakan Pelawan/Tergugat adalah Pelawan/Tergugat yang benar;
-          Menjatuhkan putusan verstek atas putusan verstek Nomor : .../Pdt.G/ 2011/PA... Tanggal ...  ;
-          Menguatkan putusan verstek  Nomor : .../Pdt.G/2011/PA... Tanggal ...  ;
-          Menghukum Pelawan/Tergugat  membayar semua biaya perkara sebesar Rp...,- (...)
Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita perhatikan beberapa pendapat hukum dalam pembahasan berikut ini.
D.     Verzet Legal Opinion
Putusan verstek dijatuhkan karena Tergugat tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang dibenarkan hukum dan tidak pula mengutus orang lain sebagi wakil atau kuasanya yang sah untuk datang di persidangan padahal Tergugat telah dipanggil dengan resmi dan patut, sehinggga dengan ketidakdatangannya itu maka Tergugat dianggap menerima dengan bulat semua dalil gugatan Penggugat.
Setelah Majelis Hakim menjatuhkan putusan atas gugatan Penggugat tanpa kehadiran Tergugat, dan pemberitahuan isi putusan telah dilakukan oleh Jurusita, Tergugat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut.
Ulamak fiqih berpendapat orang yang tidak menghormati panggilan Hakim untuk menghadiri persidangan adalah orang yang zolim (la haqqo lahu) tidak perlu diperhatikan haknya”. Sebagaimana ketentuan pasal 125 HIR/149 RBg pendapat tersebut sering juga dijadikan dasar oleh Hakim dalam menjatuhkan putusan verstek. Pertanyaannya adalah Apakah pendapat tersebut dapat juga dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa pelawan adalah bukan pelawan yang benar dalam verzet, sehingga dengan alasan tersebut perlawanan pelawan tidak perlu diperiksa ?
Kalau misalnya jawaban terhadap pertanyaan tersebut di atas adalah ya, maka pertanyaan selanjutnya adalah, untuk apa lembaga yang disebut verzet diberikan oleh Undang-Undang kalau ketidakhadiran Tergugat pada putusan verstek apakah berdasar hukum atau tidak masih dipersoalkan dalam verzet ?.
Ketidakhadiran Tergugat pada putusan verstek apakah berdasar hukum atau tidak boleh saja dipertimbangkan Hakim, akan tetapi alasan tersebut bukanlah yang utama dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan pelawan/tergugat asal sebagai pelawan yang tidak benar. Yang utama dijadikan pertimbangan adalah mampu atau tidaknya Pelawan mematahkan dalil-dalil gugat Terlawan/Penggugat asal.
Dengan demikian ketidakhadiran Tergugat dalam putusan verstek berdasar hukum atau tidak, tidak bisa dijadikan alasan untuk menyatakan Pelawan/Tergugat asal sebagai pelawan yang benar atau tidak benar. Demikian juga terkait pendapat ibnu katsir sebagaimana tersebut di atas tidak dapat juga dijadikan dasar untuk menolak perlawanan pelawan karena forumnya sudah berbeda.
Hal tersebut adalah logis, karena ketidakhadiran pelawan pada putusan verstek telah menerima hukuman dengan diputusnya perkara tersebut tanpa kehadirannya. Namun pada upaya verzet posisi kembali ke titik awal, dan acara yang berlaku adalah sebagaimana acara biasa.
Mahkamah Agung dalam putusan nomor : 938/K/1986 sebagaimana dikutip oleh M. Yahya Harahap, pada pertimbangannya menyatakan sebagai berikut :
-          Subtansi  verzet terhadap putusan verstek harus ditujukan kepada isi pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan/penggugat asal
-         verzet yang hanya  mempermasalahkan  alasan ketidakhadiran pelawan/tergugat asal menghadiri persidangan, tidak relevan. Kenapa dianggap tidak relevan ? karena forum untuk memperdebatkan masalah itu sudah dilapaui. Tidak ada lagi tempatnya membicarakan hal itu dalam proses pemeriksaan verzet. Beralasan atau tidak ketidakhadiran itu, tidak perlu dipertimbangkan dalam proses verzet sebab hal itu tidak menjadi syarat formal. Sebab yang menjadi sayarat pokok adalah, verzet diajukan dalam tenggang waktu yanmg dibenarkan undang-undang.
-        Oleh  karena  itu  putusan  verzet yang hanya mempertimbangkan sah atau tidak ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah keliru.
-        Sehubungan  dengan   itu, sekiranya  pelawan  hanya  mengajukan alasan verzet tentang masalah keabsahan atas ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan, PN yang memeriksa verzet harus memeriksa kembali, dan perkara harus diperiksa sejak semula.
Adanya lembaga verzet semata-mata diberikan sebagai jalan keluar bagi Tergugat yang karena sesuatu dan lain hal yang sangat urgen atau karena kealpaannya tidak bisa hadir di persidangan. Namun ketika pelawan/terugagat asal melakukan hal yang serupa pada tingkat verzet dan Hakim menjatuhkan verstek untuk kedua kalinya, maka tertutup bagi pelawan untuk melakukan upaya hukum dan putusan verstek semula langsung berkekuatan hukum tetap.
E.      Keseimpulan
Dari urain di atas dapat mengambil beberapa keseimpulan sebagai acuan dalam menangani permasalahan verstek dan verzet yaitu :
1.         Upaya  hukum terhadap putusan verstek adalah verzet. Verzet dapat dimanfaatkan tergugat dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan asas-asas yang mengatur batas waktu verzet;
2.         Putusan  verzet  bisa  mempertahankan  putusan  verstek  atau  bisa  juga  sebaliknya membatalkan putusan verstek. Sangat tergantung pada mampu atau tidaknya pelawan/tergugat asal mematahkan dalil gugat penggugat;
3.        Ketidakhdiran pelawan/tergugat  asal  pada  putusan  verstek   tidak   bisa  dijadikan  alasan  untuk menyatakan pelawan/tergugat asal adalah pelawan yang tidak benar atau perlawanannya tidak tepat, karena verstek dan verzet walaupun perkara yang sama, tetapi berbeda.
Semoga uraian singkat ini bermanfaat dalam upaya memberikan yang terbaik kepada para pihak pencari keadilan.
F.       Referensi
  1.    .        Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Terbitan Departemen Agama Tahun 2003  ;
  2.       Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah Di Indonesia oleh Drs. H. M. Fauzan SH., MM., Terbitan Kencana Tahun 2007;
  3.        Prdoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama Buku II Edisi Revisi. Terbitan Dirjen Badilag Tahun 2011; 
  4.             Hukum Acara Perdata oleh M. Yahya Harahap, Terbitan Sinar Grafika Tahun 2011.

1 komentar:

  1. Posting yang bermanfaat.. Thanks, ini supaya bisa mengikuti blognya (sehingga bisa tahu kalau ada posting hukum terbaru), bagaimana ya? Maklum masih gaptek

    BalasHapus